Kita sekarang kembali ke Makkah, tahun ketujuh sebelum hijriah. Ketika
itu Rasulullah SAW sedang susah karena tindakan kaum Quraisy yang
menyakiti beliau dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah
menyebabkan beliau senantiasa harus bersabar. Dalam suasana seperti itu,
tiba-tiba seberkas cahaya memancar memberikan hiburan yang
menggembirakan. Seorang pembawa berita mengabarkan kepada beliau, "Ummu
Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki." Wajah Rasulullah berseri
karena gembira menyambut berita tersebut.
Siapakah bayi yang sangat berbahagia itu? Sehingga kelahirannya dapat
mengobat hati Rasulullah yang sedang duka, berubah jadi gembira? Itulah
dia USAMAH BIN ZAID!
Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka cita dengan
kelahiran bayi yang baru itu. Karena mereka tahu kedudukan kedua orang
tuanya di sisi Rasulullah. Ibu bayi tersebut seorang wanita Habsy yang
diberkati, terkenal dengan panggilan "Ummu Aiman". Sesungguhnya Ummu
Aiman adalah bekas sahaya Ibunda Rasulullah, Aminah binti Wahab. Dialah
yang mengasuh Rasulullah waktu kecil, selagi ibundanya masih hidup. Dan
dia pulalah yang merawat sesudah ibunda wafat. Karena itu dalam
kehidupan Rasulullah, beliau hampir tidak mengenal ibundanya yang mulia
selain Ummu Aiman.
Rasulullah menyayangi Ummu Aiman sebagaimana layaknya sayang anak kepada
ibu. Dan beliau sering berucap, "Ummu Aiman adalah ibuku satu-satunya
sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu-satunya keluargaku yang masih
ada." Itulah ibu bayi yang beruntung ini.
Adapun bapaknya adalah kesayangan (Hibb) Rasulullah, Zaid bin Haritsah.
Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkat beliau sebelum ia
Islam. Dia menjadi sahabat beliau tempat mempercayakan segala rahasia.
Dan dia menjadi salah seorang anggota yang beliau kasihi dalam Islam.
Kaum muslimin turut gembira dengan kelahiran Usamah bin Zaid, melebihi
kegembiraan mereka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa
terjadi, karena tiap-tiap sesuatu yang disukai Rasulullah adalah juga
mereka sukai.
Dan beliau gembira mereka pun turut gembira pula. Bayi yang sangat
beruntung itu mereka panggil "Al Hibb wa Ibnil Hibb" (Kesayangan, anak
kesayangan).
Kaum muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yang masih bayi
itu dengan panggilan tersebut. Karena memang Rasulullah sangat
menyayangi Usamah, sehingga dunia seluruhnya sangat menyayangi Usamah,
sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati karenanya.
Usamah sebaya dengan cucu Rasulullah "Hasan bin Ali bin Abu Thalib."
Hasan berkulit putih, tampan bagaikan bunga yang mengagumkan. Dia sangat
mirip dengan kakeknya, Rasulullah SAW. Usamah kulitnya hitam, hidung
pesek, sangat mirip dengan ibunya wanita Habsy. Namun begitu, kasih
sayang Rasulullah kepada keduanya tiada berbeda. Beliau sering mengambil
Usamah, lalu beliau letakkan di salah satu paha beliau. Kemudian beliau
ambil pula Hasan, maka diletakkannya pula di paha yang satu lagi.
Kemudian kedua anak itu dirangkulnya bersama-sama ke dadanya, seraya
berkata, "Wahai Allah! Saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pula
mereka."
Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah, pada suatu kali Usamah
tersandung di bendul pintu, sehingga keningnya luka dan berdarah.
Rasulullah menyuruh 'Aisyah, tetapi tidak mampu melakukannya. Karena itu
beliau berdiri menghampiri Usamah, lalu beliau hisap darah yang keluar
dari luka Usamah, kemudian beliau ludahkan, sesudah itu beliau bujuk
Usamah dengan kata-kata manis yang menyejukkan, sehingga Usamah merasa
tentram kembali.
Sebagaimana Rasulullah menyayangi Usamah waktu kecil, begitu pula sayang beliau kepadanya tatkala dia sudah besar.
Hakam bin Hazam, seorang pemimpin Quraisy pernah menghadiahkan pakaian
mahal kepada Rasulullah. Pakaian itu dibeli Hakam di Yaman, dengan harga
lima puluh dinar emas, dari Yazan seorang pembesar Yaman. Rasulullah
enggan menerima hadiah Hakam, sebab ketika itu dia masih musyrik. Lalu
pakaian itu dibeli oleh beliau kepadanya. Beliau memakainya hanya satu
kali ketika hari Jum'at. Kemudian pakaian itu beliau berikan kepada
Usamah. Usamah senantiasa memakainya pagi dan petang di tengah-tengah
pemuda-pemuda Muhajirin dan Anshar sebayanya.
Sejak Usamah meningkat remaja, sudah kelihatan pada dirinya sifat-sifat
dan pekerti yang mulia, yang memang pantas menjadikannya kesayangan
Rasulullah. Dia cerdik dan pintar, berani luar biasa, bijaksana dan
pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tahu menjaga kehormatan,
senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela, pengasih dan dikasihi
orang, taqwa, wara' dan mencintai Allah SWT.
Waktu terjadi perang Uhud, Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah
beserta serombongan anak-anak sebayanya, putera-putera para sahabat.
Mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima oleh
Rasulullah dan sebagian lagi ditolak oleh beliau, karena usia mereka
yang masih sangat muda. Usamah bin Zaid termasuk kelompok anak-anak yang
tidak diterima. Karena itu Usamah pulang sambil menangis. Dia sangat
sedih tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah.
Dalam perang Khandaq, Usamah bin Zaid datang pula bersama kawan-kawannya
anak-anak remaja putera para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan
Rasulullah supaya kelihatan lebih tinggi, agar beliau memperkenankannya
turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yang keras hati ingin
turut berperang. Karena itu beliau mengizinkannya. Usamah pergi
berperang menyandang pedang, jihad fi sabilillah. Ketika itu dia baru
berusia lima belas tahun.
Ketika terjadi perang Hunain, tentara muslim terdesak sehingga barisan
mereka menjadi kacau balau. Tetapi Usamah bin Zaid tetap bertahan
bersama-sama 'Abbas, paman Rasulullah, Sufyan bin Harits anak paman
Usamah, dan enam orang lainnya dari para sahabat yang mulia. Dengan
jumlah kecil yang terdiri dari orang-orang mukmin yang berani ini,
Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi
kemenangan. Beliau berhasil menyelamatkan kaum muslim yang lari dari
kejaran kaum musyrikin.
Dalam perang Mut'ah, Usamah turut berperang di bawah pimpinan komando
ayahnya, Zaid bin Haritsah. Umurnya ketika itu kira-kira delapan belas
tahun. Usamah menyaksikan dengan mata kepala, bapaknya syahid di medan
tempur sebagai syuhada. Tetapi Usamah tidak takut dan tidak pula mundur.
Bahkan dia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja'far bin Abi
Thalib, sehingga Ja'far syahid pula di hadapan matanya. Usamah menyerbu
di bawah komando Abdullah bin Rawahah, sampai pahlawan ini gugur pula
menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu. Kemudian
komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah
komando Khalid. Dengan jumlah tentara yang tinggal sedikit, kaum
muslimin akhirnya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum.
Seusai peperangan, Usamah kembali ke Madinah dengan menyerahkan kematian
ayahnya kepada Allah SWT. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam
(Syiria) dengan mengenang segala kebaikan almarhum yang telah
diperagakannya di hadapan anaknya, Usamah.
Pada tahun ke sebelas Hijriah, Rasulullah menurunkan perintah supaya
menyiapkan bala tentara untuk memerangi Rum. Dalam pasukan itu terdapat
antara lain: Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khatthab, Sa'ad bin Abi
Waqqash, Abu 'Ubaidah bin Jarrah, dan sahabat-sahabat lain yang tertua.
Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid yang muda remaja menjadi Panglima
seluruh pasukan yang akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum
melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di
Balqa' dan Qal'atut Daarum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan
Rum.
Ketika balatentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat,
Rasulullah SAW sakit, dan semakin hari sakit beliau bertambah keras.
Karena itu keberangkatan pasukan ditangguhkan menunggu keadaan
Rasulullah membaik.
Kata Usamah, "Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat, saya datang
menghadap beliau diikuti orang banyak. Setelah saya masuk, saya dapati
beliau sedang diam tidak berkata-kata, karena sangat kerasnya sakit
beliau. Tiba-tiba beliau mengangkat tangan dan meletakkannya ke tubuh
saya. Saya tahu beliau memanggilku."
Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah pulang ke Rahmatullah. Abu Bakar
Shiddiq terpilih dan dilantik menjadi Khalifah. Khalifah Abu Bakar
memerintahkan supaya meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan
Usamah bin Zaid, sesuai dengan rencana yang telah digariskan Rasulullah.
Tetapi sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan
pemberangkatan pasukan. Mereka meminta 'Umar bin Khatthab
membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar. Kata mereka, "Jika Khalifah
tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana
dikehendakinya, kami mengusulkan Panglima pasukan, Usamah, yang masih
muda remaja ditukar dengan tokoh yang lebih tua dan berpengalaman."
Mendengar ucapan 'Umar menyampaikan usul kaum Anshar itu. Abu Bakar
bangun menghadapi 'Umar. Lalu ditariknya baju 'Umar seraya berkata
dengan marah. "Hai putera Khatthab! Rasulullah telah mengangkat Usamah.
Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasulullah.
Demi Allah! Tidak ada cara begitu!"
Tatkala Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan Khalifah tentang usul mereka.
Kata 'Umar, "Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, beliau
menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan berani membatalkan
keputusan Rasulullah!"
Pasukan muslimin berangkat di bawah pimpinan Panglimanya yang masih muda
remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya
berjalan kaki. Sedangkan Usamah menunggang kendaraan.
Kata Usamah, "Wahai Khalifah Rasulullah! Silahkan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki!"
Jawab Abu Bakar, "Demi Allah! Jangan turun! Demi Allah! Saya tak hendak
naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau
berjuang fi sabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau, kesetiaan
engkau, dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat
kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah
kepadamu!"
Kemudian Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, "Jika
engkau setuju biarlah 'Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia
tinggal untuk membantu saya." Usamah mengizinkan 'Umar tinggal untuk
membantu Khalifah Abu Bakar.
Usamah terus maju membawa pasukan tentara yang dipimpinnya. Segala
perintah Rasulullah kepadanya dilaksanakan sebaik-baiknya. Tiba di
Balqa' dan Qal'atut Daarum, termasuk daerah Palestina, Usamah berhenti
dan memerintahkan tentaranya berkemah. Kehebatan Rum dapat dihapuskan
dari hati kaum muslimin. Lalu dibentangkannya jalan raya di hadapan
mereka bagi penaklukan Syam (Syiria) dan Mesir.
Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gilang
gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan
yang diduga orang. Sehingga dikatakan orang, "Belum pernah terjadi suatu
pasukan tempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan
berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin
Zaid."
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan
dicintai kaum muslimin. Karena dia senantiasa mengikuti sunnah
Rasulullah dengan sempurna, serta memuliakan pribadi Rasul.
Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh puteranya Abdullah bin
'Umar, karena melebihi jatah Usamah dari jatah 'Abdullah sebagai putera
Khalifah.
Kata 'Abdullah bin 'Umar, "Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah
empat ribu, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu. Padahal jasa
bapaknya, agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri.
Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada
saya."
Jawab Khalifah 'Umar, "Wah! Jauh sekali! Bapaknya lebih disayangi
Rasulullah daripada bapak kamu. Dan pribadi Usamah lebih disayangi
Rasulullah daripada dirimu."
Mendengar keterangan ayahnya, 'Abdullah bin 'Umar kemudian menyapa
Usamah dengan ucapan "Marhaban yaa amiri!" (Selamat wahai komandanku!).
Jika ada orang yang heran dengan sapaan Abdullah bin Umar tersebut, maka
dia menjelaskan. "Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan
saya."
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sahabat yang memiliki jiwa dan kepribadian agung seperti mereka ini
Followers
Sunday, November 18, 2012
Pemuda Idola : Usamah bin Zaid bin Haritshah
Labels:
soalan ulangkaji sejarah ting 4
selamat bercuti
cuti sekolah hanya tak gi sekolah...tapi kerja sekolah yang diberi kena buat kat rumah
Saturday, November 10, 2012
BELAJARLAH DARIPADA USTAZAH SITI KHATIJAH
TEKNIK MENDIDIK PELAJAR KELAS COROT
Petang Jumaat
seminggu yang lalu, sedang saya ralit menyiapkan tugasan yang tertangguh di
meja sendiri, seorang pelajar lelaki yang tidak bersongkok dan berstokin datang
ke pejabat untuk meminta plastik sampah. Sebaik terlihatkan saya yang sedang
menulis catatan di dalam buku rekod mengajar, dia berpatah kembali dari pejabat menuju ke meja saya.
“Assalamualaikum, ustazah.” Sapanya ramah.
“Wa’alaikumussalam. Oh, kamu.” Saya membalas sapaan pelajar tersebut.
“Saya mahu minta plastik sampah. Tapi apabila nampak ustazah, saya rasa mahu berbual dengan ustazah.” Terangnya jujur.
Saya senyum mendengar kata-katanya. Kemudian saya memberitahu kepadanya, “Kamu boleh minta plastik sampah dengan meminta kepada ustazah yang ada di dalam pejabat. Di sini tiada plastik sampah.”
“Saya tahu. Tetapi
saya tetap mahu berbual dengan ustazah.” Sambungnya lagi.
Mengenangkan masa itu
bukanlah waktu rehat, saya menyambung lagi, “Nanti pada waktu rehat, kamu
datang lagi. Kita boleh berbual lebih panjang. Sekarang masih belum waktu
rehat. Pelajar tidak dibenarkan berada di luar kelas kecuali dengan kebenaran
guru. Lagi pula, tidak baik buat orang tertunggu-tunggu. Mana tahu rakan-rakan
dan guru kamu sedang menunggu plastik sampah. Kasihan mereka.”
Dalam Teknik Nabi
Muhammad mendorong orang corot, apabila seseorang melakukan kesalahan, Nabi Muhammad
tidak akan memarahi mereka. Sebaliknya, Nabi hanya menerangkan.
Anas bin Malik
melaporkan, pada suatu masa dia dan orang-orang lelaki lain sedang berada di
dalam masjid bersama-sama Nabi Muhammad. Tiba-tiba masuklah seorang lelaki Arab
daripada kampung ke dalam masjid, lalu lelaki itu berdiri dan membuang air
kecil. Melihat kejadian itu, sahabat-sahabat Nabi yang ada di situ terus
mengherdik lelaki tersebut. Sebaliknya, Nabi Muhammad berkata, “Jangan buat dia
terhenti kencingnya. Biarkan sahaja.” Lalu semua yang ada membiarkan sahaja
orang kampung itu menghabiskan kencingnya. Selepas itu Nabi Muhammad memanggil
lelaki itu dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya, di dalam masjid ini tidak
boleh kencing ataupun membuang sedikit pun kotoran, sebaliknya hanya boleh
berzikir mengingati Allah Azza wajalla, bersembahyang, dan membaca Quran.”
Kemudian Nabi Muhammad menyuruh salah seorang yang ada di situ pergi mengambil
setimba air, lalu disirami kencing itu. ~Hadith
Rekod Sahih Muslim
Hadith ini adalah
hadith yang paling jelas menunjukkan prinsip-prinsip berikut:
- Ada kesalahan yang yang mesti dibiarkan ia dilakukan sampai selesai, seperti dalam kes ini Nabi Muhammad tidak membenarkan lelaki itu diganggu sehingga menyelesaikan kencingnya.
- Faktor menjaga kesihatan pesalah adalah lebih utama daripada menyuruh pesalah itu menghentikan kesalahan yang sedang dilakukannya.
- Ada jenis kesalahan yang pesalah tidak disuruh membetulkan kesan kesalahannya, sebaliknya orang lain yang diminta melakukannya. ~Buku Bengkel Mendorong Pelajar Kelas Corot
Dalam situasi yang
berlaku pada hari itu, ada beberapa kesalahan yang telah dilakukan oleh pelajar
tersebut. Antaranya ialah;
- Tujuan asal pelajar tersebut datang ke pejabat untuk meminta plastik sampah. Sebaik melihat saya berada di meja guru, dia langsung melupakan tujuan asalnya.
- Masa tersebut adalah masa belajar, namun dia berada di luar kelas dengan tujuan mahu berbual.
- Tidak memakai songkok dan stokin.
Berpandukan hadith
Badwi Kencing, saya telah mengaplikasi Teknik Menegur dengan Menerangkan.
- Saya tidak memarahi pelajar tersebut dengan berkata, “Kenapa kamu berada di sini, bukankah sekarang masa belajar?” (SALAH)
- Saya tidak menasihati pelajar tersebut dengan berkata, “Masuklah ke dalam kelas untuk belajar. Nanti kamu akan jadi pandai.” (SALAH)
- Saya tidak mengkritik pelajar tersebut dengan berkata, “Sudah tahu mahu meminta plastik sampah, mengapa kamu datang berjumpa saya. Di sini bukan tempat meminta plastik sampah.” (SALAH)
Sebaliknya saya
menegur dengan menerangkan kepada pelajar tersebut dengan berkata, “Nanti pada waktu rehat, kamu datang lagi. Kita boleh berbual
lebih panjang. Sekarang masih belum waktu rehat. Pelajar tidak dibenarkan
berada di luar kelas kecuali dengan kebenaran guru. Lagi pula, tidak baik buat
orang tertunggu-tunggu. Mana tahu rakan-rakan dan guru kamu sedang menunggu
plastik sampah. Kasihan mereka.”
Sebaik mendengar kata-kata saya, pelajar
tersebut akur dan kembali kepada tujuan asal mengapa dia datang ke pejabat.
Namun setelah mendapatkan plastik sampah, dia menyinggah lagi di meja saya untuk
meninggalkan pesanan.
Katanya, “Ustazah, nanti masa rehat saya mahu
datang berbual dengan ustazah ya.”
Saya mengiyakan kata-katanya, dan kemudian
sempat mengaplikasi satu lagi Teknik Nabi Tidak Menegur Kesalahan, Tetapi
Menerangkan.
Anas melaporkan, pada suatu hari ada
seorang lelaki datang dan dia terus masuk barisan orang-orang yang sedang
sembahyang, dengan nafasnya termengah-mengah kerana terkocoh-kocoh mengejar
waktu sembahyang, sambil membaca 'Alhamdulillahi hamdan kasiran thoyiban
mubarakan fih.' Selepas selesai sembahyang, Nabi Muhammad bertanya, “Siapakah
tadi yang mengucapkan kata-kata itu?” Semua orang yang ada diam sahaja, tidak seorang
pun menjawab. Nabi Muhammad bertanya lagi, “Siapakah tadi yang mengucapkan
kata-kata itu? Sebenarnya dia tidak mengucapkan sesuatu yang berdosa.” Lalu
seorang lelaki berkata, “Tadi saya datang dengan termengah-mengah, lalu saya
ucapkan kata-kata itu.” Kemudian, Nabi Muhammad berkata, “Sungguh, saya nampak
12 orang malaikat berebut-rebut mengangkat kata-kata itu.” ~Hadith No. 271
dalam kitab Ringkasan Sahih Muslim
Dalam
hadith ini, seorang lelaki melakukan beberapa kesalahan secara terbuka di
dalam masjid semasa orang-orang lain sedang sembahyang. Namun Nabi Muhammad
sama sekali tidak menegur kesalahan lelaki itu dengan berkata:
"Orang
lain sudah mula sembahyang tapi kamu baru sampai." (SALAH)
"Perbuatan
kamu itu mengganggu orang lain sedang khusyuk sembahyang" (SALAH)"
Apabila
saya tanya, kamu tidak menjawab." (SALAH)
Di
sebalik sikap Nabi Muhammad yang tidak menegur kesalahan lelaki itu adalah
prinsip 'menyelamatkan maruah orang yang melakukan kesalahan'. Apabila lelaki
itu tidak ditegur oleh Nabi Muhammad dia tidak berasa dirinya dimalukan
di hadapan orang ramai, dengan itu maruahnya tidak jatuh.
Oleh kerana pelajar tersebut tidak memakai
songkok dan stokin, saya berkata, “Ustazah suka melihat kamu memakai songkok. Pakaian kamu akan kelihatan lebih kemas dan rapi sekiranya kamu memakai songkok.”
- Saya tidak memarahi pelajar itu dengan berkata, “Kamu tidak pakai songkok. Perbuatan kamu ini salah. Kamu telah melanggar peraturan sekolah.” (SALAH)
- Saya tidak menasihati pelajar itu supaya tidak mengulang kesalahan yang sama dengan berkata, “Lain kali, jangan tidak pakai songkok lagi. Nanti saya akan bawa kamu jumpa guru besar.” (SALAH)
- Saya juga tidak bertanya apa-apa soalan bagi menyiasat kesalahan pelajar tersebut dengan berkata, “Kenapa kamu tidak pakai songkok?”, “Mengapa kamu ini selalu sangat tidak pakai songkok?” (SALAH)
Tiba-tiba pelajar tersebut menyambung kata-kata
saya, “Kalau pakai stokin mesti lebih bagus kan ustazah. Nanti masa
perhimpunan, saya tidak akan didenda lagi.”
Saya mengangguk membenarkan kata-katanya.
Sebelum menuruni tangga, sempat dia berkata, “Ustazah, rehat nanti saya akan
datang lagi untuk berbual dengan ustazah. Saya akan pakai songkok dan stokin.”
“Baik. Ustazah tunggu kamu.” Balas saya sambil menghadiahkan
senyuman yang paling manis buatnya.
Sebenarnya, pelajar tersebut adalah pelajar
tegar tidak bersongkok di sekolah. Setiap kali perhimpunan sekolah diadakan,
dia akan ditarik oleh pengawas sekolah supaya berdiri di hadapan perhimpunan
kerana kesalahan tidak bersongkok. Sudah berulangkali dia didenda berdiri di hadapan
perhimpunan sekolah dan kadangkala dicubit perut oleh guru disiplin, namun dia
masih juga liat mahu bersongkok.
Saya tidak mengenali namanya kerana dia bukan
pelajar darjah lima. Saya hanya mengenal wajahnya lantaran dia berulangkali berdiri
di perhimpunan sekolah kerana kesalahan tidak bersongkok. Kami baru
berbaik-baik sejak pertemuan pertama di pejabat beberapa bulan yang lalu.
Ketika itu, dia berlegar-legar di ruang
pejabat tanpa tujuan. Melihat saya duduk di meja sendiri, dia datang menegur.
Tegurannya disambut baik. Kami berbual beberapa perkara. Saya tidak menegur
perbuatannya yang tidak bersongkok dan berlegar di pejabat tanpa tujuan.
Sebaliknya hanya mengaplikasi Teknik Nabi Tidak Menegur Kesalahan Tetapi Menerangkan
sama seperti situasi di atas. Hasilnya, semasa perhimpunan sekolah petang hari
itu, dia tidak didenda lagi atas kesalahan tidak bersongkok.
Barangkali, kerana saya jarang bertemu
dengannya, dan jarang dapat mengaplikasi Teknik Nabi kepadanya, dia tetap
mengulang kesalahan yang sama. Di hari-hari perhimpunan sekolah seterusnya dia
masih tetap didenda atas kesalahan yang sama.
Pada waktu rehat petang hari Jumaat itu, dia datang lagi
menunaikan kata-katanya. Kali ini, dia datang lengkap bersongkok dan berstokin.
Saya memujinya menggunakan Format Pujian Nabi. Pujian saya berbunyi, “Wah,
bagus! Ustazah suka melihat kamu bersongkok. Tentu kamu tidak akan dihukum lagi
kerana telah memakai songkok.” (Baca Teknik Format Pujian Nabi di sini)
Dia hanya tersenyum-senyum mendengar pujian
saya. Saya mempelawa dia duduk bersama di meja. Makanan yang dibekalkan suami
pada hari itu saya hidangkan di atas meja. Saya menjemput dia makan bersama. Dia
sangat teruja.
Semasa makan, kami berbual bercerita pelbagai
perkara. Barulah saya tahu bahawa dia salah seorang pelajar kelas corot bagi
tahun empat. Kawan-kawannya yang kebetulan mahu pergi ke perpustakaan juga
menyinggah di meja saya. Saya ajak mereka semua makan bersama. Jelas kelihatan
di wajah mereka rasa terkejut. Mungkin hairan bagaimana rakannya boleh mendapat
layanan istimewa daripada seorang guru.
Kami berbual lagi. Di hadapan kawan-kawannya saya disua pertanyaan,
“Ustazah, kenapa ustazah tak garang macam guru-guru lain? Ustazah tidak
marah-marah saya tidak pakai songkok dan stokin.”
Saya menjawab, “Kerana Nabi tidak pernah
memarahi atau memukul orang yang buat salah. Nabi buat baik pada semua orang
tidak kira orang itu orang baik atau tidak. Ustazah mahu ikut Nabi, kerana itu
ustazah tidak mahu marah-marah dan pukul kamu.”
Dia dan rakan-rakannya memandang saya lama
setelah mendengar jawapan tersebut. Ketika berdiri mahu menghadiri perhimpunan
sekolah, dia berkata, “Ustazah, salam. Saya mahu turun ke perhimpunan. Nanti
ustazah turun ya. Saya dan kawan-kawan tunggu ustazah.”
Saya mengangguk kepala. Baru beberapa langkah
berjalan, dia memanggil saya. Katanya, “Ustazah, kalau ustazah emak saya, saya
akan peluk Ustazah sekarang.”
Kalbu saya dibuai sayu dan keharuan. Walaupun
bayang pelajar tersebut telah hilang di pandangan, kata-katanya masih
terngiang-ngiang. Benarlah Teknik Nabi ini mukjizat. Pelajar corot itu apabila
dilayan mengikut perlakuan Nabi, menatijahkan impak yang tidak dapat
dijangkakan.
Pelajar corot ini menjadi sangat istimewa apabila dilayan dengan cara yang betul
Subscribe to:
Posts (Atom)